AKURATCO Surah Yusuf adalah surah ke-12 dalam Al-Quran. Surah ini terdiri dari 111 ayat. Surah ini termasuk golongan surah-surah Makkiyyah kerana diturunkan di Makkah sebelum hijrah. Sementara itu surah ini dinamakan surah Yusuf kerana menitikberatkan isinya mengenai riwayat Nabi Yusuf a.s. Membaca surah ini memiliki banyak manfaat.
SurahAl-An'am Ayat 101-105, Lengkap dengan Artinya. Al-Qur'an & Hadist atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55
AllahSWT dalam surah al-Baqarah ayat 188 melarang manusia untuk memakan uang dengan cara-cara yang haram, meskipun ia bisa mengelabui orang lain sehingga terlihat boleh-boleh mengambil hak orang, seperti korupsi, dan perbuatan terlarang yang lain. Allah berfirman,
AyatAlquran Tentang Korupsi Kata korupsi yang sebagaimana didefinisikan oleh Klitgard (2002) sebagai the abuse of public power for private benefit, tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran, melainkan secara implisit.
Dalamkonteks ayat di atas yakni tentang harta rampasan perang (ghanimah). Sebab itu, ghulul merupakan bagian dari perilaku korupsi yang diancam azab bagi sipelakunya dalam Alquran. Dari sana juga
Danjanganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." ADVERTISEMENT Beberapa ulama fiqih pun juga sepakat, jika menggunakan atau meraih harta dari hasil tindak pidana korupsi, itu sama saja dengan memakan hasil rampasan, judi, dan curian. Di mana, itu hukumnya haram. Perbesar Ilustrasi uang korupsi.
7gtc.
ArticlePDF Available AbstractThis article aims to track the Qur'an review of corruption. Because one of the most prevalent issues in Indonesia today is criminal acts of corruption, various ways have been done by the State to overcome corruption, from changing the law, establishing an institution specifically dealing with corruption to increase the sanction for convicted of corruption, but it is still not yet yielding results that encourage the community. The data presented in this paper is sourced from literature review by tracing the sources directly related to the theme especially the Qur'an and Sunnah. From the results of this study found that Corruption as an extra-ordinary crimes crime is not explicitly mentioned by the Qur'an, but some terms such as ghulul, suht, sarq, hirabah some terms are considered to represent the Qur'an's notion of corruption. The punishment for the perpetrators of corruption, the most appropriate according to the authors is the punishment of the ta'dzir finger which in its implementation may equal or even exceed the sanction of hadd penalty. In this case the rulers are given the power to determine punishments according to the public interest, and should not be contrary to the provisions of shari'ah and general principles, such as applying Undang-undang No. 31 Tahun 1999 and which has been perfected by Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. FOKUS Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan Vol. 3, no. 1, 2018 P3M Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Curup-Bengkulu Available online http// p-ISSN 2548-334X. e-ISSN 2548-3358 KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ALQURAN Budi Birahmat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri STAIN Curup e-mail al_fajry08 Abstrak Artikel ini bertujuan untuk menelusuri tinjauan Alquran terhadap tindak pidana korupsi. Karena salah satu persoalan yang sedang marak terjadi di Indonesia saat ini adalah kejahatan terhadap tindak pidana korupsi, berbagai cara sudah dilakukan Negara untuk mengatasi tindak pidana korupsi, mulai dari merobah undang-undang, mendirikan lembaga yang khusus menangani tindak pidana korupsi sampai kepada meningkatkan sangsi bagi terpidana korupsi, akan tetapi hal ini masih berlum menapakkan hasil yang mengembirakan masyarakat. Data yang disajikan dalam tulisan ini bersumber dari kajian kepustakaan dengan menelusuri sumber-sumber yang berhubungan langsung dengan tema terutama Alquran dan sunnah. Dari hasil penelitian ini ditemui bahwa Korupsi sebagai sebuah tindak kejahatan extra-ordinary crimes memang tidak disebut secara eksplisit oleh Alquran, tetapi beberpa term seperti ghulul, suht, sarq, hirabah beberapa term tersebut dirasa cukup mewakili gagasan Alquran mengenai tindak korupsi. Hukuman bagi pelaku korupsi, yang paling cocok menurut penulis adalah hukuman jarimah ta‟dzir yang dalam pelaksanaannya mungkin menyamai atau bahkan melebihi sanksi hukuman hadd. Dalam hal ini penguasa diberi kekuasaan untuk menentukan hukuman-hukuman sesuai kepentingan masyarakat, dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syari‟at dan prinsip-prinsip yang umum, seperti menerapkan UU Nomor 31 Tahun 1999 dan yang telah disempurnakan oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kata kunci Korupsi, kejahatan luar biasa, perspektif Alquran Abstract This article aims to track the Qur'an review of corruption. Because one of the most prevalent issues in Indonesia today is criminal acts of corruption, various ways have been done by the State to overcome corruption, from changing the law, establishing an institution specifically dealing with corruption to increase 66 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 the sanction for convicted of corruption, but it is still not yet yielding results that encourage the community. The data presented in this paper is sourced from literature review by tracing the sources directly related to the theme especially the Qur'an and Sunnah. From the results of this study found that Corruption as an extra-ordinary crimes crime is not explicitly mentioned by the Qur'an, but some terms such as ghulul, suht, sarq, hirabah some terms are considered to represent the Qur'an's notion of corruption. The punishment for the perpetrators of corruption, the most appropriate according to the authors is the punishment of the ta'dzir finger which in its implementation may equal or even exceed the sanction of hadd penalty. In this case the rulers are given the power to determine punishments according to the public interest, and should not be contrary to the provisions of shari'ah and general principles, such as applying Undang-undang No. 31 Tahun 1999 and which has been perfected by Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keywords Corruption, extra-ordinary crimes, Quranic perspectives PENDAHULUAN Problem sosial yang terus diperbincangkan tiada henti saat ini adalah kasus korupsi yang kian memprihatikan. Perbincangan problematika korupsi hampir menemui jalan buntu karena apa yang dijadikan langkah pemberantasan korupsi di negeri ini berbanding terbalik dengan terus meningkatnya indeks peringkat korupsi di Indonesia. Oleh karenanya, banyak masyarakat yang lebih bersifat pesimis terhadap langkah pemberantasan korupsi di Indonesia, bahkan di antaranya sudah ada yang bersifat permisif. Selain itu, Korupsi juga merupakan kejahatan yang tergolong extra-ordinary crimes kejahatan sangat berat, sama halnya dengan terorisme yang secara akademis dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa extra ordinary crime. Dengan demikian maka pemberantasannya tentulah tidak dapat menggunakan cara-cara yang biasa sebagaimana menangani tindak pidana biasa seperti pencurian, pembunuhan, serta di Indonesia terjadi secar sistimatis dan meluas, sehingga tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan tindak korupsi harus dilakukan dengan cara luar biasa. Asmara, M. 2016. Reinterpretasi Makna Jihad Dan Teroris. Al-ISTINBATH Jurnal Hukum Islam, 11, 63-80. doi Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 67 Berangkat dari problematika di atas, sebagian cendekiawan mulai melacak penegasan Alquran mengenai korupsi. Hal itu dilakukan sebagai upaya menemukan epistemologi pemberantasan kasus korupsi mengingat bahwa Alquran adalah kitab suci yang memberikan petunjuk. Sementara itu, Alquran, yang masih bersifat global dan universal, menyisakan permasalahan yang harus dicermati dan dikaji secara komperhensif. Melalui tulisan ini, penulis mencoba melihat pandangan Alquran tentang korupsi dengan cara melacak beberapa ayat terindikasi tentang topik korupsi dengan menggunakan metode tematik atau yang populer dengan istilah „maudhu‟i‟ dengan pendekatan ontologis sehingga menemukan hakikat makna dan esensi dari segala sesuatu. Kemudian dikaitkan dengan tinjauan fiqh untuk menemukan jawaban hukumnya. Bukan maksud penulis menjustifikasi bahwa rumusan fiqh ini sebagai bentuk supremasi hukum yang harus diterapkan, karena hemat penulis tentu hal itu akan memicu problematika lain di negeri yang multi agama ini. Harapan penulis melalui tulisan ini hanya sebagai sebuah nilai tawar terhadap dinamika wacana pemberantasan korupsi. Kata „korupsi‟ berakar pada bahasa latin corruption atau dari kata asal corrumpere. Secara etimologi, dalam bahasa Latin kata corruption bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan menyogok. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata corrupt bermakna orang-orang yang memiliki korupsi berkeinginan melakukan kecurangan secara tidak sah untuk memperoleh keuntungan-keuntungan bahasa Perancis juga dikenal dengan kata corruption, sementara dalam bahasa Belanda dikenal dengan sebutan corruptie korruptie. Menurut Andi Hamzah bahwa kata korupsi yang sampai dan sering dipakai dalam bahasa Indonesia merupakan plagiasi dari kata korruptie dalam bahasa terminologis banyak ahli memiliki definisi masing-masing. Robert Klitgaard mendefinisikan “corruption is the abuse of public power for private benefit”, korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi. Korupsi juga berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak Soesatyo, Perang-perangan Melawan Korupsi, Jakarta Ufuk Press, 2011 24. Jonathan Crowther ed, Oxford Advanced Learners Dictionary 1995 247 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan Internasional, Jakarta Raja Grafindo Persada, 2005 4. Robert Klitgaard dkk., Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah terj. Hermoyo, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 2002 3. 68 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 Namun pada prinsipnya pendekatan yang dapat dilakukan terhadap masalah korupsi memiliki titik tekan yang beragam sesuai dengan perspektif dan sudut pandang keilmuan yang dipakai. Dalam perspektif sosiologis misalnya Alatas dalam bukunya The Sociology of Corruption, memasukkan nepotisme dalam kelompok korupsi dalam pengertian „memasang keluarga atau teman pada jabatan tertentu dalam pemerintahan tanpa memenuhi syarat untuk itu‟. Jika hal ini dipakai tentulah tidak akan ditemukan makna dan normanya dalam perspektif hukum ini tentu berbeda jika dipakai perspektif politik atau ekonomi. Berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli, Sayyid Husain al-Alatas menyimpulkan bahwa korupsi tidak akan lepas dari beberapa ciri khususnya, yaitu a suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan, b penipuan terhadap badan pemerintahan, lembaga swasta atau masyarakat umum, c dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus, d dilakukan dengan rahasia, e melibatkan lebih dari satu orang atau pihak, f adanya kewajiban dan keuntungan bersama, g terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya, g adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hukum, i menunjukkan fungsi ganda pada setiap individu yang melakukan mengenai korupsi sendiri memang cukup panjang. Menurut petunjuk Hans G. Guterbock, catatan kuno mengenai masalah ini menunjuk pada penyuapan terhadap hakim dan tingkah laku para pejabat pemerintah. Dalam sejarah Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Cina, Yunani dan Romawi Kuno, korupsi seringkali muncul ke permukaan sebagai masalah. Dalam sejarah Islam sendiri, korupsi pada masa nabi SAW sudah pernah terjadi, di antaranya kisah Karkirah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari sebagai berikut Dari Abdullah ibn Amr ra, ia berkata “Ada seseorang yang bernama Karkirah, yaitu pembawa barang-barang Nabi SAW, ia mati dalam peperangan, lalu Nabi mengatakan “ia masuk neraka”. Kemudian para sahabat memeriksanya, ternyata mereka mendapatkan sehelai pakaian yang ia korup dari ghanimah”. HR al-Bukhari M. Nurul Irfan, 2011, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta Amzah, 2011 35. Al-Alatas, Korupsi; Sifat, Sebab dan Fungsi terj. Nirwono, Jakarta; LP3ES, 1987 2. CD-ROOM, al-Makhtabah al-Syamilah, No. Hadis 2845. Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 69 Karkirah seorang yang suka membawakan barang Nabi ketika perang, ketika ia wafat Nabi memponisnya masuk neraka, bahkan Nabi enggan menshalati jenazahnya dan menyuruh para sahabat untuk menshalainya. Para sahabat bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat semua amalnya sia-sia? Ternyatan, ia menyembunyikan sehelai pakaian ghanimah yang belum dibagi bagian-bagiannya. Atau dalam riwayat Abu Daun; perhiasan yang beratnya tidak mencapai 2 dirhampun. Pada era kekuasaan Khulafâ al-Râsyidîn tepatnya pada masa Umar bin al-Khattab juga telah ditemui upaya praktek korupsi. Hal ini dikuatkan dengan usaha Umar memerintahkan seorang sahabat yang bernama Maslamah untuk mengawasi harta kekayaan para pejabat melihat beberapa fakta sejarah tersebut, maka sebetulnya pada masa Arab „Era Alquran‟ kasus korupsi sudah ditemukan. Namun, seperti penulis tuturkan di muka, Alquran tidak mengemukakan ayat korupsi secara eksplisit. Bahkan secara tegas Ahmad Baidlawi menyebut bahwa dalam Islam, dalam konteks ini Alquran, kasus korupsi tidak diuraikan secara di dalam Alquran tidak dijumpai istilah korupsi secara tegas, namun untuk menyelesaikan kasus ini ada beberapa ayat yang terindikasi tentang itu. Di antaranya 1. Surat Ali-Imran ayat 161 “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan pembalasan setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” Asbab al-Nuzul Sebab turunnya ayat ini, sebagaimana hadits riwayat Ibn Abbas ra. Bahwa setelah masa perang Badar, ada seorang laki-laki yang kehilangan tutup kepala berwarna merah. Lalu ada seseorang yang menuduhkan bahwa Nabilah yang mengambilnya, maka ayat turun untuk membantahnya sekaligus sebagai khabar bahwa setiap Nabi tidak akan pernah mencuri/ korupsi. Tafsiran Ayat Dalam Ayat ini ada istilah „ghulul‟ yang berrarti penghianatan. Menurut al-Maraghi dalam tafsirnya, Tafsir al-Maraghi, menjelaskan bahwa kata ghulul dalam ayat itu bermakna „al-akhdz al-khufiyyah‟, yaitu mengambil sesuatu dengan Muhammad Husain Haikal, Sayyidina Umar bin Khattab, Jakarta Litera Antar Nusa, 2003 665. Ahmad Baidlawi, “Pemberantasan Korupsi dalam Persepektif Islam”, dalam Jurnal Esensia, Vol. 10, No. 2, Juli, 2009 8. 70 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 sembunyi-sembunyi, semisal mencuri sesuatu. Kemudian makna ini sering digunakan dalam istilah mencuri harta rampasan perang sebelum SAW sendiri memperluas makna ghulul menjadi dua bentuk 1. Komisi, yaitu tindakan mengambil sesuatu penghasilan di luar gaji yang telah diberikan. Tentang hal ini Nabi SAW menyatakan Rasulullah SAW bersabda Barang siapa yang kami angkat menjadi pegawai pada suatu pekerjaan kemudian kami tetapkan gaji tertentu untuknya, maka apa yang dipungutnya sesudah itu adalah kecurangan korupsi. Daud 2. Hadiah, yaitu pemberian yang didapatkan seseorang karena jabatan yang melekat pada dirinya. Mengenai hal ini Rasulullah SAW bersabda “Hadiah yang diterima para pejabat adalah korupsi ghulul”.HR. AhmadQuraisy Syihab dalam tafsirnya al-Misbah mengungkapkan bahwa senyatanya pengkhianatan yang disebutkan dalam ayat initerjadi pada saat perang Uhud. Perang Uhud adalah suatu kejadian di mana muslimin mengalami kekalahan. Salah satu faktor kekalahan tersebut disinyalir adalah kerakusan sahabat yang kemudian menghambur ke bawah gunung untuk mengambil harta rampasan perang. Dengan tindakannya ini, mereka berarti juga telah mengkhianati komando Rasulullah SAW untuk tetap berada di atas gunung apapun yang terjadi. Strategi ini adalah taktik utama Rasulullah SAW untuk memenangkan perang dengan jumlah pasukan dan logistik yang tidak seimbang antar kedua belah pihak. Pada dasarnya, selain dilatarbelakangi rasa rakus, mereka juga khawatir Rasulullah SAW tidak akan memberikan pembagian harta rampasan perang dengan adil kepada para prajurit. Lebih lanjut Quraisy menambahkan bahwa padanan kata dari al-ghulul di sini adalah lafadz al fadhihah, yakni melakukan sesuatu yang mencemarkan nama baik dan memalukan. Ayat ini juga menegaskan bahwa seorang Nabi terlebih Nabi Muhammad SAW tidak akan melakukan suatu penghianatan, sebab hal tersebut bertentangan dengan sifat amanah Nabi. Dengan demikian, khianat dalam ayat ini juga berarti khianat secara umum, semisal dalam mengemban Al-Maghari, Tafsir al-Maraghi, Bairut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006 98. CD-ROOM, No. Hadis. 2554 Ahmad Baidlawi, 2009 4. Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 71 amanah publik misalnya jabatan atau amanah antar individu misalnya dititipi barang atau pesan untuk disampaikan pada orang lain.Jika dibandingkan dengan beberapa term lainnya, katagori ghulul ini memiliki titik tekan kepada suatu penghianatan atas amanah yang telah dipercayakan. Penghianatan ini secara umum terkait dengan suatu amanah jabatan dan memang memiliki arti luas, akan tetapi yang dimaksud di sini adalah penghianatan dalam hal harta benda. Perbuatan ghulul ini hukumnya adalah haram dan mereka harus memertanggungjawabkan sesuatu yang telah disembunyikannya. Seorang mufassir bahkan menyebutkan bahwa di akhirat, seseorang yang telah menggelapkan sesuatu akan memanggul sesuatu yang pernah disembunyikannya sehingga tidak bisa disembunyikan lagi dan diketahui oleh semua Surat al-Baqarah ayat 188 "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui." Asbab al-Nuzul Sebab turun ayat tersebut dijelaskan Ibn Katsir dalam tafsirnya melalui khabar dari jalur Ibn Abbas mengatakan bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang laki-laki yang menanggung hutang, sedangkan orang yang memberi hutang tidak mempunyai bukti yang kuat ketika ingin menagih hutang tersebut. Maka laki-laki yang mempunyai hutang tersebut mengingkari hutangnya dan mengadukan perkaranya pada hakim, padahal dia mengetahui bahwa dia berhadapan dengan perkara yang hak, dan bahwa dirinya berada dalam pihak yang historis inilah yang kemudian direspons oleh Alquran dengan turunnya ayat tersebut yang secara tegas melarang seseorang untuk memakan harta orang lain dan memperjuangkan sesuatu yang itu, Islam melarang keras membawa urusan harta benda kepada hakim bila hal yang melatarbelakangi adalah kebatilan. Quraisy Syihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta Lentera Hati, 2002 Hafidz Dasuki dkk., al-Qur`an dan Tafsirnya, Yogyakarta UII Press, 1991 77. Ibn Katsir, Tafsir Alquran al-Karim, Terj. Salim Bahraesi dan Said Bahraesi,Surabaya Bina Ilmu, 1986, Jilid II 226. 72 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 Dalam Ensiklopedi Alquran diceritakan asbabunnuzul ayat ini bahwa pada suatu hari, ada dua orang yang saling berseteru dan sama-sama mengaku bahwa merekalah pemilik sah sebuah tanah. Namun, keduanya tidak memiliki saksi dan bukti yang bisa menguatkan pengakuannya. Karena proses ini cukup alot, maka hakim memerintahan kedua belah pihak untuk sama-sama bersumpah. Mereka berdua sama-sama bersumpah. Namun salah satu dari mereka, yakni orang yang bernama Imri`i Qays memberikan sumpah palsu. Karena itulah, ayat ini kemudian turun. Hal ini juga berkait erat dengan kebiasaan masyarakat saat itu mungkin juga saat ini yang menjadikan pengadilan sebagai media penyelamat untuk membela mereka yang sebenarnya berada pada pihak yang salah. Ironi ini disebabkan menjamurnya mafia peradilan. Di pengadilan, orang yang pandai bersilat lidah dan memiliki dana cukup, sangat dimungkinkan bisa memenangkan kasus meskipun berada dalam pihak yang salah. Hal ini merupakan outcome dari praktik menyogok hakim, pengacara, dan orang-orang yang berkecimpung dalam lembaga Ayat Ayat ini menggunakan term addalwu jama` dari dalyun – al idla`.Pada dasarya, arti dari kata ini adalah menurunkan timba untuk mengambil air. Thaba` Thabai menambahkan bahwa pengertian menurunkan timba ke dalam sumber yang tujuannya mendapatkan air tersebut sama halnya dengan praktik suap yang dilakukan secara sembunyi. Sebagaimana diketahui bahwa ketika sebuah timba dimasukkan ke dalam sumur, maka orang lain tidak bisa melihatnya. Secara otomatis, orang lain juga tidak tahu bahwa ada timba yang berusaha mengambil air manfaat dari sumur tersebut. Hal ini sama dengan keadaan praktik suap yang memang sengaja disamarkan dari publik agar tujuan suap tersebut tetap off the dibaca dalam konteks korupsi, mengandung makna yang sangat tegas melarang memakan harta orang lain dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh agama al-bathil. Makna yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah menyuap hakim, kadi, dan lain sebagainya yang memiliki kekuasaan untuk membebaskan sang penyuap dari tuntutan Suratno ed, Ensiklopedi al-Qur`an Dunia Islam Modern, Yogyakarta Bhakti Prima Yasa, 2003 401. Chamamah, 2003 400. Thaba` Thaba`i, Tafsir al-Mizan, Beirut Yayasan al-I`lami, [ Juz 2 52. Al-Maghari,2006 255. Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 73 Satu contoh dari praktik bathil tersebut, yakni menyuap seorang hakim dengan tujuan agar hakim tersebut melakukan suatu hal yang diperintahkan–dan tentunya menguntungkan-bagi si penyuap. Padanan kata dari term ad-dalwu ini adalah ar-risywah. Ironisnya, seperti disebutkan dalam teks ayat ini, orang yang disuap menyadari bahwa pemberi suap tersebut berada dalam pihak yang salah. Namun, karena mendapatkan uang suap, hakim yang menerima suap tersebut kemudian membohongi hati nuraninya sendiri dan menggunakan kemahirannya untuk membela orang yang salah. Praktik mafia peradilan ini sudah bukan merupakan hal yang patut diherankan dewasa ini. `Amplop‟ yang diberikan kepada jaksa atau hakim seakan telah menjadi syarat sah suatu peradilan. Hal ini merupakan sebuah ironi sebab idealnya, pengadilan adalah lembaga yang berusaha mencari dan menjunjung keadilan. Harta yang didapatkan hakim tersebut dari hasil suap tidak akan berbarokah dan membahagiakannya. Hal ini senada dengan apa yang dialami si penyuap. Walaupun ia terbebas dari perkaranya di pengadilan, akan tetapi ia menderita kerugian materi yang tidak sedikit setelah menyuap hakim. Berbeda dengan al-ghulul, term satu ini lebih bermakna suap atau yang biasa disebut risywah. Suap biasanya diberikan dalam suatu praktik peradilan kepada pihak-pihak yang cukup berpengaruh, semisal jaksa, hakim, maupun pengacara. Karena itulah, praktik ini dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Tujuan yang diharapkan si penyuap dalam aktivitas ini tidak lain adalah memenangkan perkara ataupun memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan sesuatu. Sesuatu yang ingin diselesaikannya bisa merupakan hal yang halal maupun haram. Namun, terlepas dari hukum hal yang ingin dicapai, kehadiran ad-dalwu dalam usaha mencapai hal tersebut sudah memberikan nilai minus. Tidak ada penjabaran mengenai hukuman praktik ini dalam Alquran. Tetapi, penyajian fi`il nahi dalam bahasan ini cukup merepresentasikan bahwa praktik ini haram dilakukan, karena akan merugikan diri sendiri dan orang lain. 4. Surat al-Maidah ayat 33 Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. yang 74 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, QS533 Asbab al-Nuzul Sebab turun ayat ini adalah peristiwa di Madinah saat ada beberapa orang dari bani U`kal dan Urainah yang menyampaikan keinginan untuk masuk Islam kepada Rasulullah SAW. Namun, mereka mengatakan bahwa mereka tidak merasa nyaman tinggal di Madinah. Nabi pun memerintahkan seorang penggembala untuk menemani beberapa orang tersebut keluar dari Madinah. Nabi juga menyertakan seekor unta yang akan menjadi alat transportasi mereka serta mengizinkan mereka meminum susu dari unta tersebut. Berangkatlah beberapa orang tersebut didampingi seorang penggembala. Di tengah perjalanan, orang yang berniat masuk Islam tersebut kemudian membunuh si penggembala yang menemani mereka dan membawa lari unta yang merupakan milik negara yang berasal hasil zakat. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah kemudian mengutus pasukan untuk memburu dan mengejar pembunuh dan perampok yang telah berlaku jahat tersebut. Setelah tertangkap, mereka mendapat hukuman cungkil mata, dan dipotong tangan dan kaki secara silang hingga hukuman mati. Mereka mendapat hukuman plus-plus tersebut sebab melakukan kejahatan yang juga plus, yakni membunuh dan merampok, serta menghianati kepercayaan dan fasilitas yang telah diamanahkan Rasulullah SAW. Hukuman mati biasanya diberikan kepada mereka yang mengganggu ketentraman masyarakat luas dan membunuh. Sedangkan hukuman salib sampa mati diberlakukan bagi orang yang mengganggu, membunuh, dan merampok. Hukum potong tangan ditujukan bagi orang yang hanya melakukan perampasan harta. Hukuman diasingkan dalam ayat ini bisa diartikan dengan hukuman kurungan atau Ayat Term berikutnya yang terindikasi sebagai term korupsi dalam Alquran adalah hirabahperampokan. Menjelaskan hal tersebut, Hakim Muda Harahap menguraikan bahwa arti lain dari kata yuharibuna apabila dirunut ke asal bentukan awalnya dari tsulatsi mujarrad maka ia bermakna seseorang yang merampas harta dan meninggalkannya tanpa bekal apa yang Dasuki dkk., 1991 428. Hakim Muda Harahap, Ayat-ayat Korupsi, Yogyakarta Gama Media, 2009 80-82. Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 75 sama juga datang dari pandangan sebagian ahli fiqh mengenai kata hirabah. Menurut mereka orang yang melakukan tindakan hirabah sebagai qathi‟u al-thariq atau penyamun dan al-sariq al-kubraatau pencurian besar. Dengan kata lain, makna hirabah di sini adalah seseorang yang merampok harta orang lain. Pengertian seperti inilah yang kemudian sering digunakan oleh ulama untuk memaknai kata yuharibuna dalam surat al-Maidahayat 33 kronologi asbabun nuzul di atas, agaknya orang-orang tersebut memang tidak memiliki niat yang ikhlas dan teguh untuk memeluk Islam. Hal ini, paling tidak terbukti dengan permintaan mereka yang cukup besar dan mengada-ada pada Nabi. Atau bahkan, wajar jika dikatakan bahwa niat mereka sejak awal tidak lain adalah untuk merampok dan membunuh, namun dengan kedok masuk Islam agar memudahkan tercapainya rencana mereka. Dugaan ini diperkuat dengan apa yang diungkapkan al-Maraghi bahwa setelah membunuh si penggembala dan membawa lari unta tersebut, beberapa orang tersebut kemudian kembali pada kaumnya dan menyatakan bahwa mereka kembali kafir. Ayat ini secara umum melarang manusia untuk menciptakan chaos di muka bumi, khususnya chaos yang sifatnya perampasan hak-hak orang lain, seperti perampasan harta dan nyawa. Potongan ayat yang menunjukkan objek harb memerangi Allah SWT dan Rasul-Nya masih bersifat abstrak. Hal ini dikonkritisasi dengan potongan selanjutnya, yakni membuat kerusakan di muka bumi yang sebenarnya masih memiliki dimensi yang demikian luas. Barangkali, chaos yang dimaksud dalam ayat ini adalah suatu tindakan yang mengancam lima hal yang harus dijaga dan dilindungi yakni jiwa, harta, akal, keturunan, dan harta Hukuman bagi pelaku al-muharabah ini disebutkan secara tegas dan konkrit dalam al-Qur`an. Al-Qur`an juga membahasakan bahwa orang yang melakukan praktik tersebut mendapat kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Kesengsaraan di dunia agaknya sudah bisa dipastikan sebab ia telah menciptakan kekacauan secara luas. Secara otomatis, hukum yang mengancamnya jauh lebih berat dibanding perbuatan tidak terpuji yang objeknya individu. Al-Maraghi menambahkan bahwa untuk katagori ini, seorang yang ingin bertaubat bisa melunasi taubatnya dengan keteguhan hati Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam, Jakarta Kencana, 2006 384. Al-Maraghi, 2006 189. 76 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 dan mengembalikan semua apa yang pernah diambilnya. Selain itu, ia pun harus mendapat maaf dari sekelompok orang yang telah dirugikannya. 5. Surat al-Maidah ayat 38 Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS538 Asbab al-Nuzul Pada zaman Rasulullah SAW ada seseorang perempuan yang melakukan pencurian. Kemudian perempuan itu dipotong tangannya, sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT pada ayat ke-38 ini. Pada suatu waktu dia bertanya kepada Rasulullah SAW “ adakah tobatku kamu terima, wahai Rasulullah?” sehubungan dengan pertanyaan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 39 yang dengan tegas memberikan keterangan, bahwa Allah SWT selalu menerima tobat seseorang yang telah melakukan kejahatan, asalkan dia bersedia untuk memperbaiki diri, mengganti perbuatan jahat itu dengan perbuatan yang baik. Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan sebuah riwayat yang bersumber dari Abdullah bin Amr, ia mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang wanita yang mencuri, maka datanglah orang yang kecurian itu dan berkata pada Nabi SAW. “Wahai Nabi, wanita ini telah mencuri perhiasan kami”. Maka kaum wanita itu berkata “Kami akan menebus curiannya.” Nabi bersabda, “Potonglah tangannya!” Kaumnya berkata, “Kami akan menebusnya dengan lima ratus dinar.” MakaNabi SAW. pun bersabda, “Potonglah tangannya!” Maka dipotonglah tangan kanannya. Kemudian wanita itu bertanya. “Ya Rasul, apakah ada jalan untuk aku bertobat?” Jawab Nabi SAW,, “Engkau kini telah bersih dari dosamu sebagaimana engkau lahir dari perut ibumu”. Kemudian turunlah surat al-Maidah ayat 38 Ayat Kata „saraqa‟di dalam ayat secara etimologi bermakan “akhdzu ma li al-ghairi khufyatan” mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi.Sedangkan secara terminologis kata „mencuri‟ al-sarq terlebih dahulu dibagi menjadi dua bagian, yaitu pencurian besar dan kecil. Pencurian Ibn Katsir, 1986 94. Al-Munawwir, 1997 628. Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 77 besar merupakan arti lain dari term hirabah sebagaimana penulis jelaskan pada term sebelumnya. Sedangkan definisi tentang pencurian kecil, beberapa ulama memiliki makna yang bervariasi, yaitu a mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi, yaitu harta yang cukup terpelihara menurut kebiasaannya, b mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dengan jalan menganiaya, c mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi, yaitu harta yang bukan diamanatkan sini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan al-sarq adalah mengambil harta orang lain yang bukan miliknya dengan jalan sembunyi-sembunyi tanpa kerelaan pemiliknya. Budaya potong tangan sebagai hukuman bagi siapapun yang mencuri ini senyatanya merupakan tradisi jahiliyah yang diadopsi oleh Islam dengan beberapa perubahan tafsir Ahkamnya, Syaikh Abdul Halim Hasan menegaskan bahwa ada dua macam pencurian, yakni pencurian besar dan pencurian Syaikh Abdul Halim Hasan tidak memberikan eksplorasi yang cukup memadai terhadap ciri-ciri dan karakteristik pencurian besar. Ia agakanya lebih tertarik terhadap apa yang diistilahkannya sebagai pencurian kecil. Hal ini setidaknya terbukti dengan eksplorasi yang cukup luas mengenai pencurian kecil. Ia hanya menyebutkan bahwa hukuman bagi pelaku pencurian besar adalah hukuman mati, atau potong tangan dengan sistem disalib. Jika dibandingkan dengan tafsir al-Maidah ayat 33, maka pencurian besar ini adalah pencurian yang mengakibatkan kekacauan secara luas, tidak hanya pada level individu. Syaikh Abdul Halim Hasan mengatakan bahwa pencurian kecil adalah pencurian secara sembunyi-sembunyi terhadap harta yang bukan merupakan diamanahkan kepada orang yang mencuri. Ia juga menegaskan bahwa ada dua macam hukuman dalam pencurian kecil ini, yakni hadd potong tangan dan ta`dzir diasingkan, didera, dan dipenjara. Karakteristik pencurian tersebut kemudian berpengaruh besar terhadap jenis hukuman yang harus diterima orang tersebut. Syaikh Abdul Halim Hasan mengutip salah satu hadist yang mengatakan bahwa tidak ada hukuman hadd bagi orang yang menghianati amanah. Berangkat dari inilah ia kemudian menyimpulkan bahwa hukuman hadd seperti yang disebutkan dalam ayat ini hanya berlaku bagi orang yang mencuri hak miliki orang lain dan bukan harta yang Binjai, 2006 375. Ibnu Katsir, 1986 91 78 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 diamanahkan pada pelaku pencurian tersebut. Dengan demikian, dapat difahami bahwa hukuman yang paling representatif untuk para koruptor adalah terbitan UII menambahkan bahwa suatu hukuman terhadap pencurian ini baru bisa dilaksanakan jika pelaku sudah mengakui atau sudah ada bukti dan saksi yang sangat menguatkan dan terjamin validitasnya. Akan tetapi, hukuman ini masih mungkin bisa digagalkan jika korban yang bersangkutan memberikan maaf pada pelaku, biasanya disertai beberapa persyaratan, seperti mengembalikan harta yang masih berbeda pendapat mengenai jumlah nisab barang curian yang menyebabkan seseorang harus menjalani potong tangan. Namun hampir semua ulama` tafsir menyetujui bahwa tujuan adanya hukuman ini adalah menimbulkan efek jera pada sang pelaku dan pada orang lain. Jika ditinjau dalam konteks ayat ini pada masa turunnya, maka ayat ini agaknya lebih menekankan pada pencurian yang dilakukan orang yang tidak memiliki jabatan. Dalam artian, pelaku pencurian ini bukanlah orang yang memanfaatkan kesempitan dalam kesempatan dan fasilitasnya sebagai seorang yang memangku jabatan atau apa yang lazim kita sebut korupsi. Binjai, 2006 377. Dasuki, 1991 437. Ibnu Katsir, 198692-93. Nishab adalah nilai harga minimal yang bila terpenuhi, maka pencurian itu mewajibkan dilaksanakannya potongtangan. Seandainya barang yang dicuri itu nilainya kecil dan masih di bawah harga nisab itu, maka tidak termasukhal para ulama tidak secara tepat menyepakatibesarnya nishab itu. Jumhur ulama diantaranya al-Malikiyah, al-Syafi`iyah dan al-Hanabilah sepakat bahwa nishab pencurian itu adalah ¼ dinar emas atau 3 dirham ini setara dengan harga 4,45 gram emas murni. Jadi bila harga emas murni 24 per gramnya maka satu nisab itu adalah Rp. x4,45 gram = Rp. Bila benda yang dicuri oleh seseorang harganya setaraatau lebih dari Rp. dia sudah bisa dipotongtangannya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAWdari Aisyah ra. ,”Tangan pencuri dipotong bila nilainya ¼ dinarke atas”. HR. Bukhari, Muslim dan ashabu kutub sittah. Dari Abdullah bin Umar ra. bahwa Rasulullah SAWmemotong tangan pencuri mijan yang nilainya 3dirham”. HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmizydan an-Nasai. Sedangkan al-Hanafiyah menetapkan bahwa nishabpencurian itu adalah 1 dinar atau 10 dirham atau yangsenilai dengan keduanya dengan berdalil pada hadits Rasulullah SAW,”Tidaklahdipotong selama nilainya di bawah 10 dirham.” HR hadits lainnya,”Tidak dipotong tangan kecuali senilai 1dinar atau 10 dirham”. HR. At-Thabarani. Juga hadits lainnya,”Tidaklah tangan pencuri itu dipotongkecuali nilainya seharga “mijan” dimana saat itu seharga 10dirham”. HR. Abu Syaibah. Bila kita cermati latar belakang perbedaan itu sebenarnya hanyalah berkisar pada penetapan hargamijan. Dimana jumhur ulama sepakat bahwa harganyasaat itu ¼ dinar. Sedangkan al-Hanafiyah menganggap harganya saat itu 1 dinar. Lihat. Ahmat Sarwat, Kajian Ayat Ahkam; Ayat-ayat Alquran yang Mengandung Hukum Syari’at, Jakarta Du Center, 2009, Cet ke-2 42 Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 79 Ada beberapa perbedaan dalam menyikapi hukuman kepada pelaku pencurian ini, juga perbedaan dalam nominal harta yang dicuri sehingga menyebabkan si pencuri harus menjalani hukum potong tangan. Perbedaan tersebut umumnya disebabkan berbedanya sudut pandang yang dipakai oleh masing-masing ulama`. Tetapi, jumhur ulama` menyatakan bahwa harta yang dicuri sekurang-kurangnya adalah seperempat dinar. Sedangkan mengenai hukuman, maka di sini ulama` berpendapat bahwa pada pencurian pertama, tangan kananlah yang dipotong. Ukuran memotong ini adalah sampai pergelangan tangan. Jika masih mengulangi kesalahan tersebut, maka kaki kirinya yang akan dipotong, dilanjutkan dengan tangan kiri, kemudian kaki kanan. Hukuman terakhir dalam pencurian ini adalah Hukuman bagi Koruptor Semenjak periode awal Islam hingga dewasa ini di dalam kitab-kitab fiqh klasik belum ditemukan suatu rumusan yang jelas tentang substansi-substansi yang tercakup dalam pengertian korupsi telah banyak dibicarakan oleh para ulama bahkan sebagaimana Alquran dan hadis secara implisit telah menyinggungnya secara umum atau garis besarnya yaitu dengan menggunakan beberapa term di atas. Di dalam hadis, ditemukan hukuman bagi pelaku ghulul mencuri rampasan perang, di antaranya Dari Mush‟ab ibn Sa‟d. Ia berkata, Abdullah ibn „Umar masuk ke rumah Ibn „Amir untuk menjenguknya karena sakit. Kemudian Ibn „Amir berkata, “Mengapa engkau tidak berdoa kepada Allah untuk kesembuhanku, hai Ibn Umar?” Ibn Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda “Shalat tanpa bersuci tidak diterima dan begitu juga sedekah dari hasil ghulul.” HR Muslim Ada juga hadis riwayat Abu Daud berbunyi Dasuki, 1991 434 Duski Ibrahim, “Perumusan Fikih Anti Korupsi” dalam Suyatno,ed, Korupsi, Hukum dan Moralitas Agama, Yogyakarta Gama Media, 2006 128. CD-ROOM, No. Hadis. 329. 80 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 Dari Zaid ibn Khalid al-Juhaini, bahwa seorang laki-laki shahabat Nabi mati pada perang Khaibar, kemudian sampai berita pada Nabi, lalu Nabi bersabda “Shalatkanlah saudara kamu”. Maka berubahlah wajah para shahabat karena kaget. Lalu Nabi bersabda “sesungguhnya saudara kamu telah korup dalam perang di jalan Allah, maka periksalah barangnya”. Ternyata mereka menemukan perhiasan yang tidak seniai dengan dua dirham”. Daud Namun kedua hadis tersebut hanya memberi sanksi moral para para pelaku ghulul, yaitu dengan tidak menyolatkan jenazahnya ketika mati dan Allah SWT tidak menerima shadaqah dari hasil ghulul, bukan sanksi pidana yang tegas. Oleh karena itu, selain mendasarkan kepada nash-nash Alquran dan sunah, maka perumusan fiqh anti korupsi ini haruslah mengacu kepada paling tidak dua kerangka kaidah fiqh, yaitu, pertama “Perkara dominan dari pertimbangan kemaslahatan dan kemafsadatan.” Kaidah ini senada dengan “Mencegah bahaya lebih utama dari pada menarik datangnya kebaikan.” Terlihat bahwa tindakan korupsi memiliki sisi maslahah dan mafsadatnya. Sisi maslahatnya misalnya ialah perbuatan itu dapat menguntungkan si pelaku, keluarga, partai, atau kelompok-kelompok tertentu yang menikmati fasilitas atau hasil-hasilnya. Ini jelas merupakan suatu maslahah duniawiyah. Tetapi sisi kemafsadatannya justru lebih besar karena dengan korupsi maka berarti mengorbankan kepentingan orang banyak. Ini merupakan suatu kezaliman, pengkhianatan yang berarti menyia-nyiakan kepercayaan orang kedua adalah Apapun yang dilakukan di dunia ini haruslah dikaitkan dengan konskuensinya di akhirat. CD-ROOM, No. Hadis. 2335. Abdul Haq, dkk, Formulasi Nalar Fiqh, Surabaya Kalista, 2006, Juz I 237. Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 81 Sejauh ini tindakan korupsi telah mengorbankan kemaslahatan ukhrawiyah, suatu nilai yang tidak dapat dilepaskan ketika melakukan setiap perbuatan menurut ajaran hal itu tidak bisa dipisahkan antara kehidupan materialistis dengan sikap hidup yang hedonis dan glamor, sehingga pada dimensi-dimensi tertentu nilai-nilai ukhrawi mulai terlupakan. Selama ini, apa yang diupayakan oleh ahli fiqh fuqaha merupakan langkah dalam melegitimasi setiap gerak-gerik dimensi kehidupan agar selaras dengan tujuan maqashid al-syari‟ah. Sebagaimana telah masyhur, tujuan utama syari‟at Islam maqasid al-syari‟ah ialah upaya untuk menjaga dan melindungi dimensi penting dari ini dijelaskan oleh asy-Syatibi dalam al-Muwafaqat memiliki lima tujuan yakni perlindungan terhadap agama hifdz ad-din, perlindungan terhadap jiwa hifdz an-nafs, perlindungan terhadap akal hifdz al-„aql, perlindungan terhadap keturunan hifdz an-nasab, dan perlindungan terhadap harta hifdz al-mal.Tindakan korupsi jelas merupakan penyelewengan terhadap tujuan kelima, yakni perlindungan terhadap harta hifdz al-mal. Apabila contoh yang populer perbuatan melawan tujuan perlindungan terhadap harta hifdz al-mal adalah mencuri milik perorangan, maka korupsi sebagai kejahatan mencuri harta milik bangsa dan negara lebih layak lagi untuk dicatat sebagai pelanggaran yang sangat serius terhadap prinsip perlindungan terhadap harta hifdz al-mal. Korupsi bukanlah pencurian biasa dengan dampaknya yang bersifat individu akan tetapi korupsi merupakan bentuk pencurian besar dengan dampaknya yang bersifat sosial. Bahkan ketika korupsi sudah merajalela dalam suatu negara sehingga negara itu nyaris bangkrut dan tak berdaya dalam mensejahterakan kehidupan rakyatnya, tidak mampu menyelamatkan mereka dari ancaman gizi buruk dan busung lapar yang mendera, maka korupsi lebih jauh dapat dianggap sebagai ancaman bagi tujuan syari‟at dalam melindungi jiwa manusia hifdz an-nafs. Ibrahim, 2006 137-138. Lengkapnya, tujuan tersebut menurut al-Syatibi ada tiga. Pertama. Tujuan yang sifatnya paling utama dlaruriyyah, yaitu sesuatu yang harus ada demi tegaknya kehidupan manusia. Kedua. Tujuan yang sifatnya kebutuhan hajjiyyah, yaitu segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk menghindarkan diri dari kesulitan. Ketiga. Tujuan yang sifatnya kesempurnaan/kebaikan tahsiniyyah, yaitu mempergunakan segala yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang semua ini dicakup oleh bagian makarim al-akhlak. Lihat Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwaffaqat fi Ushul al-Syari’ah, Juz II, Bairut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2004 7-9. Al-Syatibi, 2004 9. 82 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 Sanksi hukum potong tangan tentu saja tidak dapat diberlakukan, sebab korupsi berbeda dengan tindak pidana pencurian yang telah jelas hukumnya dalam nash Alquran meskipun sama-sama merupakan pelanggaran terhadap Hifdzul mal akan tetapi korupsi tidak ditemukan hukumnya dalam nash. Namun demikian, bukan berarti tindak pidana korupsi bisa lepas dari hukuman, karena perbuatan tersebut jelas-jelas telah mengganggu kemaslahatan umum, sehingga dapat dikategorikan sebagai jarimah ta‟dzir, yang dalam pelaksanaannya mungkin menyamai atau bahkan melebihi sanksi hukuman Qishash atau tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta‟dzir tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari yang seringan-ringannya sampai kepada yang seberat-beratnya. Dalam hal ini penguasa diberi kekuasaan untuk menentukan hukuman-hukuman sesuai kepentingan masyarakat, dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syari‟at dan prinsip-prinsip yang umum. Dengan demikian, semua undang-undang dan peraturan atau hukuman-hukuman yang telah diberlakukan pemerintah Indonesia terhadap semua tindak pidana di antaranya korupsi sebagimana yang tertuang dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 dan yang telah disempurnakan oleh UU Nomor 20 Tahun 2001 yang hal ini tergolong ke dalam jarimah ta‟dzir,selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari‟at dan dapat mewujudkan maslahatul ummah, bisa dikatakan telah sesuai dengan prinsip ta‟dzir dalam hukum pidana Islam, yang pada prinsipnya memang merupakan hak pemerintah dalam rangka menjaga kemaslahatan masyarakat yang dipimpinnya. Salah satu hal terpenting yang harus ditegakkan dalam penegakan hukum Islam adalah memutuskan perkara berdasarkan prinsip keadilan dan persamaan terhadap siapapun. Apabila seorang penegak hukum tidak memiliki moralitas dan integritas yang tinggi, maka ia akan memutuskan Ibrahim, 2006 139. Pidana mati untuk koruptor di Indonesia bisa diberlakukan, bila mengacu kepada UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 Ayat 2 menyebutkan Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah apabila tindak pidana korupsi itu dilakukan bila keadaan negara dalam bahaya, bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 83 perkara sesuai dengan pertimbangan hawa nafsu, pribadi maupun kelompok, sehingga keputusan yang diambil merugikan salah satu pihak yang berperkara. Oleh karena itu moralitas utama seorang penegak hukum pidana Islam harus dibangun diatas prinsip-prinsip keadilan sebagaimana firman Allah SWT Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. QS458 Oleh karena itu, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, apakah dilakukan oleh pejabat pelaku tindak pidana korupsi yang “separtai” atau rakyat kecil. Setiap individu mempunyai nilai yang sama dihadapan hukum. Disisi lain, rakyat wajib menaati pemerintah, karena agama telah memerintahkan hal tersebut selama dalam hal yang ma‟ hukum pidana, juga terdapat sanksi moral dilakukan dengan terus menerus menanamkan unsur moralitas kepada koruptor, melalui pendidikan atau memberi pertimbangan khusus menyangkut suatu kedudukan dalam masyarakat dan jabatan dalam pemerintahan. Sebab, orang yang layak dijadikan pemimpin adalah orang yang dalam setiap tindakannya selalu memperhatikan kepentingan orang banyak, sesuai dengan kaidah fiqh yang berbunyi “Kebijakan pemimpin sesuai dengan kemaslahatan rakyat yang di pimpinnya”. PENUTUP Korupsi sebagai sebuah tindak kejahatan extra-ordinary crimes memang tidak disebut secara eksplisit oleh Alquran. Tetapi beberapa term seperti ghulul, suht, sarq, hirabah, dan lain sebagainya ditinjau dari konteks dan sudut pandang interpretasi yang ditelusuri maka beberapa term tersebut dirasa cukup mewakili gagasan Alquran mengenai tindakan korupsi. Oleh karenanya, apa yang dihasilkan dari pengamatan korupsi dalam Alquran Ayat yang memerintahkan untuk menta’atai pemimpin di antaranya surat an-Nisa’ ayat 59, berbunyi Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah al- Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. 84 Fokus Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol. 3, No. 1, 2018 diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam merumuskan langkah solutif untuk mencegah dan memberantas tindakan korupsi tersebut. Adapun mengenai hukuman bagi pelaku korupsi, yang paling cocok menurut penulis adalah hukuman jarimah ta‟dzir yang dalam pelaksanaannya mungkin menyamai atau bahkan melebihi sanksi hukuman hadd. Sebab sanksi hukum potong tangan tidak dapat diberlakukan, karena korupsi berbeda dengan tindak pidana pencurian yang telah jelas hukumnya dalam Alquran. Dalam hal ini penguasa diberi kekuasaan untuk menentukan hukuman-hukuman sesuai kepentingan masyarakat, dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syari‟at dan prinsip-prinsip yang umum. Seperti menerapkan UU Nomor 31 Tahun 1999 dan yang telah disempurnakan oleh UU Nomor 20 Tahun 200. Dengan demikian, harapan penulis melalui tulisan ini, supremasi hukum yang telah dilaksanakan selama ini perlu untuk kembali diperbaiki dengan melihat sosial justice. Oleh karenanya supremasi hukum yang terkesan “bobrok” selama ini perlu udara segar adanya sebuah rekontruksi, yang besar harapan penulis, rumusan fiqh anti korupsi ini juga dapat dijadikan sebagai tawaran langkah-langkah solutif pemberantasan korupsi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai pluralitas. DAFTAR PUSTAKA Asmara, M. Reinterpretasi Makna Jihad Dan Teroris. Al-ISTINBATH Jurnal Hukum Islam, 11, 2016. doi Binjai, Abdul Halim Hasan, Tafsir al-Ahkam, Jakarta Kencana, 2006 Baidlawi, Ahmad, “Pemberantasan Korupsi dalam Persepektif Islam”, dalam Jurnal Esensia, Vol. 10, No. 2, Juli, 2009 8. Crowther, Jonathan,ed., Oxford Advanced Learners Dictionary,1995 Dasuki, Hafidz dkk., al-Qur`an dan Tafsirnya, Yogyakarta UII Press, 1991 Harahap, Hakim Muda, Ayat-ayat Korupsi,Yogyakarta Gama Media, 2009 Hamzah, Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan Internasional, Jakarta Raja Grafindo Persada, 2005 Haikal, Muhammad Husain, Sayyidina Umar bin Khattab, Jakarta Litera Antar Nusa, 2003 665. Haq, Abdul, dkk, Formulasi Nalar Fiqh,Surabaya Kalista, 2006, Juz I Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 85 Irfan, M. Nurul, 2011, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta Amzah, 2011 Ibn Katsir, Tafsir Alquran al-Karim, Terj. Salim Bahraesi dan Said Bahraesi,Surabaya Bina Ilmu, 1986, Jilid II Ibrahim, Duski, “Perumusan Fikih Anti Korupsi” dalam Suyatno,ed, Korupsi, Hukum dan Moralitas Agama, Yogyakarta Gama Media, 2006 Klitgaard, Robert dkk., Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah terj. Hermoyo, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 2002 Al-Maghari, Tafsir al-Maghari, Bairut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006 98. Al-Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir,Surabaya Pustaka Progresif, 1997 Al-Alatas, Korupsi; Sifat, Sebab dan Fungsi terj. Nirwono, Jakarta; LP3ES, 1987 2. Syihab,Quraisy, Tafsir al-Misbah, Jakarta Lentera Hati, 2002 Suratno, Chamamah, ed., Ensiklopedi al-Qur`an Dunia Islam Modern, Yogyakarta Bhakti Prima Yasa, 2003 Soesatyo, Bambang, Perang-perangan Melawan Korupsi, Jakarta Ufuk Press, 2011 Sarwat. Ahmat, Kajian Ayat Ahkam; Ayat-ayat Alquran yang Mengandung Hukum Syari‟at, Jakarta Du Center, 2009, Cet ke-2 Al-Syatibi, Abu Ishaq, al-Muwaffaqat fi Ushul al-Syari‟ah, Juz II, Bairut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2004 7-9. Thaba`i, Thaba`, Tafsir al-Mizan,Beirut Yayasan al-I`lami, Juz 2 Al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf, Bairut Dar al-Ilmiyyah, 1968, Juz III ... This is based on his behavior which has hidden a ghonimah garment that has not been divided into parts. Birahmat, 2018 In the Al-Qur'an there is no clear mention of the term corruption, but there are several verses that allude to this, one of them is Surah Ali Imran verse 161, which means "it is impossible for a Prophet to betray the spoils of war. Whoever is betrayed in the affairs of the booty, then on the Day of Resurrection he will come with what is betrayed, then each self will be given retribution for what he did with retribution in kind, while they are not being persecuted. ...... Ahmad. Birahmat, 2018 With this explanation, it should be used as an afterthought and a strong basis for action to take an effort to eliminate corrupt behavior. Commissions and prizes are actually things that are commonplace in everyday life. ...Muhtadin MuhtadinThe background of this research is an attempted to participate in education for eradicating the corruption behavior. In this attempted, it is necessary to inculcate anti-corruption values that are integrated into existing subjects, so they are not burdensome to emerge new subjects. Furthermore, to provide this education, an effective learning process is needed by using the right communication process so that the cultivation of anti-corruption values can be implemented optimally. This study aims to reveal the anti-corruption values contained in Islamic Education textbooks and then provide an overview of how to build effective communication to be used in learning. This research is a library research with student textbooks as the object of study. The results showed the values of anti-corruption education contained in the textbook of Islamic Religious Education and Character are the values of honesty, caring, independence, discipline, responsibility, hard work, simplicity, courage, and justice. Effective communication occurs when paying attention to at least five things clarity of material, accuracy of language use, material context, communication flow, and the environmental culture of students.... In the Quranic, explicitly, acts of corruption are not mentioned. However, some terms such as ghulul defrauding, suht bribery, al-sarq stealing, hirabah robbery some of the terms are considered sufficient to represent the Qur'anic notion of corruption [55]. In the conventional view, [56] stated that the factors causing corruption were greed, opportunity, need, and disclosure. ...Acceleration Mechanism of Prevention and Corruption Eradication ACPE needs quality Integrity and Hisbah. The studies provide the role of the IH Model in the ACPE in Indonesia. There are two research objectives; First, how to accelerate the IHModel tool based on the activities of potential primary sources of economic income in a region. Second, whether the role of the IH-Model has been carried out by the government through quality human resources and quality accounting reports. The methodology of these studies uses a literature review related to the IH-Model with secondary data, documentation and empirical studies. The result shows that the IH-Model has been carried out, but still needs a sustainable strategic stage, initial economic data collection and control of sustainable activities. The implications are to raise awareness in all levels of professions in accelerating the ACPE in BasidMuhammad Naufal AshshiddiqiRif’atul Afifah SalsabilaDianatus SholihaThe term corruption is known in modern society and was not found in the early days and development of Islam. In Indonesia, many corrupt practices were found around 1950. Furthermore, in relation to its legal arguments, al-Qur’an does not directly mention laws and sanctions for corruptors. Therefore there are many differences of opinion in determining the sentence. This research will discuss and explore the laws and sanctions for corruptors from the four verses of the Qur'an, namely QS. Āli Imrān [3] 161, QS. Al-Nisā '[4] 29, QS. Al-Baqarah [2] 188, and QS. Al-Māidah [5] 38 using the khāfī alfāz interpretation approach. By using thematic methods and liberative hermeneutics, this study finds a conclusion that the law of corruption is the same as al-sāriq and the legal consequences are the same as thieves, namely punishment cutting off hands or imprisonmentMuhtadin MuhtadinThe background of this research is an effort to participate in education in eradicating corrupt behavior. In this effort, it is necessary to inculcate anti-corruption values that are integrated into existing subjects, so that they are not burdensome to emerge new subjects. Furthermore, to provide this education, an effective learning process is needed by using the right communication process so that the cultivation of anti-corruption values can be implemented optimally. This study aims to reveal the anti-corruption values contained in Islamic Education textbooks and then provide an overview of how to build effective communication to be used in learning. This research is a library research with student textbooks as the object of study. The results showed the values of anti-corruption education contained in the textbook of Islamic Religious Education and Character are the values of honesty, caring, independence, discipline, responsibility, hard work, simplicity, courage, and justice. Effective communication occurs when paying attention to at least five things clarity of material, accuracy of language use, material context, communication flow, and the environmental culture of MuwahidahCorruption is one of the actions included in the category of extra-ordinary crime. A large number of this criminal activity has led many researchers to analyze the sources and causes from various aspects, including theological aspects. Qur'an, the main guide that governs all aspects of life, does not specifically mention this term. However, some terms in Qur'an have an equivalent meaning and characteristics with corruption. This research uses a thematic method to collect verses that have the same theme and uses the social action approach of Alfred Schutz. Through the thematic method, this research found a term mentioned in the Qur'an that has a meaning and character equivalent to corruption. These terms are scattered in several Surahs in the Qur'an, namely al-Ghulul contained in the Ali Imran 3 161; al-hirabah in al-Maidah 5 33; al-idla' in the al-Baqarah 2 188; al-suht in al-Maidah 5 42, 62 and 63; and the term al-khasr in the al-Mutaffifin 83 3. By analyzing word structure and its chronological context, this study found two types of motives that underlie the act of corruption. First, because motive which is always related to property. This motive does not stand alone but is influenced by previous traditions and behavior that have accustomed acts of corruption. Second, in order to motive which is influenced by one's desire to achieve certain goals, thus encouraging acts of Pustaka AsmaraM Reinterpretasi Makna Jihad Dan TerorisAl-IstinbathDAFTAR PUSTAKA Asmara, M. Reinterpretasi Makna Jihad Dan Teroris. Al-ISTINBATH Jurnal Hukum Islam, 11, 2016. doi Korupsi dalam Persepektif IslamAhmad BaidlawiBaidlawi, Ahmad, "Pemberantasan Korupsi dalam Persepektif Islam", dalam Jurnal Esensia, Vol. 10, No. 2, Juli, 2009 Advanced Learners DictionaryJonathan CrowtherCrowther, Jonathan,ed., Oxford Advanced Learners Dictionary,1995Muhammad HaikalHusainHaikal, Muhammad Husain, Sayyidina Umar bin Khattab, Jakarta Litera Antar Nusa, 2003 665. HaqFormulasi Nalar FiqhHaq, Abdul, dkk, Formulasi Nalar Fiqh,Surabaya Kalista, 2006, Juz I Budi Birahmat Korupsi dalam Perspektif Alquran 85Perumusan Fikih Anti Korupsi" dalam SuyatnoI I JilidDuski IbrahimIbn Katsir, Tafsir Alquran al-Karim, Terj. Salim Bahraesi dan Said Bahraesi,Surabaya Bina Ilmu, 1986, Jilid II Ibrahim, Duski, "Perumusan Fikih Anti Korupsi" dalam Suyatno,ed, Korupsi, Hukum dan Moralitas Agama, Yogyakarta Gama Media, 2006Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah terjRobert KlitgaardDkkKlitgaard, Robert dkk., Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah terj. Hermoyo, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 2002Tafsir Al-ZamakhsyariAl-KasyafAl-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasyaf, Bairut Dar al-Ilmiyyah, 1968, Juz IIIEnsiklopedi al-Qur`an Dunia Islam ModernChamamah SuratnoSuratno, Chamamah, ed., Ensiklopedi al-Qur`an Dunia Islam Modern, Yogyakarta Bhakti Prima Yasa, 2003
Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang sudah dilakukan sejak dahulu kala. Harta yang banyak selalu membutakan mata orang sehingga tidak lagi membedakan antara mana yang hak dan mana yang bathil. Pendahuluan Korupsi atau bahasa sederhana mencuri merupakan perilaku yang melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Norma adat misalanya, dalam budaya masyarakat yang mendiami kepulauan kei, korupsi dilarang dalam undang-undang adatnya, salah satu poin larangan perbuatan dosa itu adalah "hera i ni an tub fo i ni, it dit an tub fo it did". "Milik orang lain adalah milik orang lain dan milik kita adalah milik kita" kira-kira beginilah arti yang penulis dapat terjemahkan dari bahasa daerah di atas. Hukum Larvul Ngabal dalam budaya suku kei sangat menekankan pada persoalan kepemilikan. Kalau bukan menjadi hak milik kita maka tidak boleh untuk diambil, dicuri, dan diklaim sebagai milik pribadi. Namun kemudian seiring berjalannya waktu, pola kehidupan berubah, kebutuhan semakin meningkat membuat orang buta akan harta dan benda. Perkembangan zaman semakin maju namun pemikiran sebagian manusia tetap masih berada pada pola pikir yang lama yaitu seperti yang dikatakan oleh hadis sebagai hayawanul aqil hewan yang berakal. Sifat hewani masih berada dalam diri, mereka tidak lagi membedakan antara mana yang menjadi hak mereka dan mana yang bukan menjadi haknya. Berbagai macam cara dilakukan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa lagi mempedulikan dosa yang akan ditanggung di akhirat nanti. Dengan jelas dalam undang-undang Tipikor melarang kegiatan korupsi, namun kenyataannya praktek-praktek korupsi masih dilakukan oleh oknum-oknum tertentu baik itu di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Negara ini seakan menjadi surga bagi para koruptor dalam memperkaya diri, dan melancarkan aksi-aksi busuknya. Tentang korupsi ini saya teringat waktu masih kuliah dulu di Makassar, saya beserta beberapa sahabat aktivis sedang duduk berdikusi di trotoar sebelah pedagang kaki lima. Tiba-tiba seekor tikus got lewat, sontak salah seorang sahabat saya mengatakan "lihat itu ada koruptor lewat". Saya langsung mengatakan "wusss jangan begitu, kasian tikus itu... dia tidak berdasi". Iya... saya kasin dengan tikusnya, selalu menjadi term bagi para pencuri berdasi atau berseragam. Bagi saya tikus diciptakan dengan instingnya saja untuk bertahan hidup, sedangkan manusia diciptakan dengan akal, pikiran, hati, dan perasaan. Manusia begitu lengkap dan sempurna dalam penciptaanNya, sehingga jika ada manusia yang korupsi, maka dia lebih busuk lagi dari tikus got. Persoalan korupsi bukanlah persoalan baru lagi di Indonesia, romantisme sejarahnya sudah berjalan sejak lama, yaitu sejak zaman kerajaan, zaman penjajahan, dan zaman kemerdekaan. Bagi saya korupsi sudah ada sejak manusia bermasyarakat, dan sudah menjadi pembahasan lazim sejak dulu kala hingga saat ini, baik itu di dalam kalangan intelektual maupun masyarakat biasa. Dulu saya biasa mendengar istilah korupsi bersama atau bahasa kerennya korupsi berjamaah. Korupsi yang dilakukan bersama-sama ini sering dilakukan oleh oknum-oknum yang berhati buruk. Biasanya korupsi semacam ini terorganisir dengan baik, sehingga tidak mudah diketahui oleh orang lain. Dari korupsi atau mencuri ini terlahir berbagai macam dosa lain, seperti dosa manipulasi data, dosa berbohong, dan sebagainya. Akhirnya bukan saja satu dosa yang didapatkan tetapi dosa-dosa lain ikut terseret masuk. Lalu bagaimana harta haram itu digunakan untuk menafkahi keluarga? Saya kasihan dengan anak-anak yang hidup di dalam keluarga yang orang tuanya mendapatkan harta dengan jalan yang tidak halal. Jika uang korupsi digunakan untuk memberi makan anak, maka kebanyakan akhlak anak menjadi buruk, karena darah dagingnya berasal dari sumber yang salah. Pertumbuhan kejiwaannya juga tidak sehat, bahkan dosa warisan itu bisa diwarisi oleh anak tersebut, kalau tidak mendapat bimbingan yang baik dari lingkungan dan pihak lain. Bagi sebagian kalangan, hal semacam ini biasa-biasa saja, tetapi pada dasarnya dosa yang dianggap biasa-biasa saja akan menjadi bumerang bagi hidup, baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Dalam keluarga yang sehat maksudnya terbebas dari korupsi, kehidupan selalu dalam kebahagiaan, tidak ada rasa khawatir, tidak ada rasa takut, dan tidak ada rasa dibayang-bayangi oleh hukum. Keceriaan selalu terpancar keluar dari wajah-wajah mereka, walaupun makan seadanya, menggunakan pakaian dan perhiasan yang murah, tidak memiliki harta yang berlebih dan hidup dalam kesederhanaan. Biasanya anak-anak mereka memiliki perilaku yang baik, karena yang mereka makan adalah yang datangnya dari jalan yang halal. Mereka juga lebih banyak bersyukur dengan apa yang mereka miliki. Bagi keluarga seperti ini, kehidupan hanyalah persinggahan sementara, sehingga kekayaan hanyalah panampakan yang semu. Kalaupun kaya maka, itu harus didapatkan melalui jalan yang benar, yaitu jalan yang sudah diatur di dalam Al-Quran dan Hadits serta yang diatur oleh norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Pandangan Al-Quran Tentang Korupsi Dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang berbicara tentang korupsi. Ketika panulis menelusuri terminologi korupsi menurut al-Quran, penulis menemukan beberapa kata yang digunakan untuk menyebut korupsi dan koruptor. Kata yang digunakan al-Quran sangat beragam beberapa diantaranya akan dibahas dalam postingan ini. Kata as-sariqu digunakan untuk menyebut koruptor baca pencuri laki-laki dan as-sariqotu digunakan untuk menyebut koruptor perempuan, seabagimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 38. Kata "wa" sebelum kata as-sariqu merupakan waw littaukid yang fungsinya untuk menguatkan atau menegaskan, sama halnya dengan kata "inna" di dalam Al-Quran. Sedangkan kata "wa" sebelum kata as-sariqotu merupakan kata sambung. Sehingga koruptor laki-laki dan koruptor perempuan ditegaskan dalam al-Quran harus mendapatkan hukum potong tangan. Dalam beberapa tafsir seperti misalnya tafsir Ibnu katsir mengatakan bahwa ayat ini benar-benar harus dilaksanakan secara tekstual dengan berdasar pada hadist yang menyatakan bahwa rosulullah pernah menjatuhkan hukuman potong tangan pada pencuri yang mencuri tameng seharga tiga dirham, kalau dikonversikan ke IDR sekitar sepuluh ribu lebih. Hadis Rosulullah saw. yang terjemahannya adalah sebagai berikut Rosulullah saw. melakukan hukum potong tangan dalam pencurian sebuah tameng yang harganya tiga dirham. Hadist diketengahkan oleh Syaikhain di dalam kitab Sahihain. Dalam tafsir Al-Mishbah Quraish Shihab mengatakan hal yang sama, yaitu jika mencurinya belum cukup 1/4 dinar atau 3 dirham atau senilai dari itu maka, hukum potong tangan tidak berlaku. Kedua tafsir ini sama-sama dalam menjelaskan ayat di atas secara tekstual, bahwa hukum bagi para pencuri adalah potong tangan, bahkan sampai dia bertobat sekalipun tidak menggugurkan hukuman tersebut. Selanjutnya, Al-Quran menggunakan terminologi takulu untuk menunjukkan kepada orang yang suka mengambil yang bukan miliknya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran. Kata "takulu" dalam ayat dia atas adalah berbentuk jamak yang mengandung arti banyak. Dengan demikian maka, al-Quran juga sudah mensinyalir bahwa akan ada korupsi secara bersama-sama, dan dilakukan dengan jalan yang bathil. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan walaupun itu sudah nyata bahwa merupakan perbuatan dosa. Mereka juga bisa memainkan peran menjadi aktor hebat yang dapat memutar balikkan fakta di depan hukum. Kata yang penulis temukan adalah kata takhunu yang artinya berkhianat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran. Dalam ayat ini Al-Anfal 27 Allah menyerukan kepada orang-orang yang beriman untuk jangan berbuat khianat. Allah tidak menyeru kepada orang-orang yang tidak beriman, karena hanya orang-orang yang berimanlah yang bisa memegang amanah. Orang yang tidak bisa memegang amanah bukan saja berkhianat kepada kepercayaan manusia, tetapi mereka juga berkhianat kepada Allah dan Rosulullah. Jika sudah berkhianat maka, keimanan seseorang perlu dipertanyakan?. Penutup Saat ini orang yang melakukan kegiatan korupsi banyak yang berlindung dibalik sorban agama. Mereka menjadikan agama sebagai tameng untuk menangkis semua guncangan dari luar yang ingin merobohkan kemungkaran yang mereka bangun selama ini. Alhasil, Indonesia sampai saat ini masih seperti-seperti ini saja, tidak ada pembangunan yang signifikan baik itu manusianya, ekonominya, pariwisatanya, politiknya dan semua yang ada di dalam bangsa ini. Saya hanya bisa berharap semoga keadaan buruk yang saat ini kita rasakan tidak terus berlanjut hingga generasi ke depan. Yang korupsi malulah dengan manusia di sekitarmu, kalau kau tidak malu dengan manusia, malulah dengan Tuhan yang menciptakanmu, karena Tuhan maha tahu segala yang diperbuat ciptaannya. Apa yang kau katakan dulu berbeda dengan apa yang kau perbuat saat ini, mari merenung dan melawan lupa !!
Saat ini, korupsi di Indonesia bisa dikatakan sudah menjadi budaya dari mulai tingkat rendah sampai tinggi. Bahkan, Indonesia sudah menjadi salah satu negara terkorup di dunia yang tentunya sangat memilukan. Meskipun saat ini sudah didirikan lembaga anti korupsi yang baru yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang secara gencar memberantas para koruptor, akan tetapi korupsi yang sudah berubah menjadi budaya ini terasa sangat sulit untuk dihentikan dan Istilah Korupsi Dalam IslamAgama Islam sendiri juga membagi istilah korupsi dalam beberapa dimensi yakni risywah atau suap, saraqah atau pencurian, al gasysy atau penipuan dan juga khianat atau dalam dimensi suap atau risywah di dalam pandangan hukum Islam adalah perbuatan yang tercela dan juga menjadi dosa besar dan Allah sendiri juga atau pencurian dilihat dari etimologinya memiliki arti melakukan sebuah tindakan pada orang lain dengan cara sembunyi. Namun menurut Abdul Qadir Awdah pencurian diartikan sebagai tindakan mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi dalam arti tidak diketahui terkaitDasar Hukum IslamHukum Bunga Bank Menurut IslamHukum Ekonomi SyariahHukum Trading Dalam IslamHukum Pinjam Uang di Bank SyariahKorupsi Menurut Pandangan IslamDalam hukum Islam disyariatkan Allah SWT demi kemaslahatan manusia dan diantara kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam syariat hukum tersebut adalah harta yang terpelihara dari pemindahan hak milik yang tidak menurut dengan prosedur hukum dan juga dari pemanfaatannya yang tidak sejalan dengan kehendak Allah SWT. Karena itulah, larangan merampas, mencuri, mencopet dan lainnya menjadi pemeliharaan keamanan harta dari kepemilikan yang tidak sah. Larangan memakainya sebagai taruhan judi dan juga memberikan pada orang lain yang diyakini akan dipakai untuk perbuatan yang maksiat, sebab penggunaan yang tidak sesuai dengan jalan Allah SWT jadikan kemaslahatan yang dituju menjadi tidak tercapai. Ulama fikih juga sepaham dan berkata jika perbuatan korupsi merupakan haram dan juga terlarang sebab menjadi hal yang bertentangan dengan maqasid Menggunakan Hasil KorupsiIstilah dari penggunaan mempunyai pengartian yang luas seperti menyantap, mengeluarkan untuk keperluan ibadah, keperluan sosial dan lain sebagainya. Menggunakan harta kekayaan dari hasil tindak pidana korupsi sama saja dengan hasil rampasan, hasil judi, hasil curian dan hasil haram lainnya. Dengan cara meraihnya yang sama, maka hukum menggunakan hasilnya juga tentunya sama. Ulama fikih dalam urusan ini juga sepakat jika menggunakan harta yang didapat dengan cara terlarang maka hukumnya adalah haram karena prinsip harta tersebut bukan menjadi milik yang sah namun milik orang lain yang didapat dengan cara yang menjadi penguat pendapat ulama fikih ini diantaranya adalah firman dari Allah SWT sendiri, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan hartamu itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.” QS. Al-Baqarah 188.Dalam ayat tersebut juga tertulis larangan mengambil harta orang lain yang didapat dengan cara batil seperti menipu, mencuri dan juga korupsi. Harta yang didapat dari hasil korupsi juga bisa diartikan menjadi harta kekayaan yang didapat dengan cara riba, sebab kedua cara ini sama – sama berbentuk ilegal. Jika memakan harta yang diperoleh secara riba itu diharamkan QS. Ali Imran 130.Para ulama juga menggunakan kaidah fikih yang memperlihatkan keharaman dalam memakai harta korupsi yakni “apa yang diharamkan mengambilnya, maka haram juga untuk memberikan atau memanfaatkannya.”Seperti yang juga sudah ditegaskan Imam Ahmad bin Hanbal, selama sebuah perbuatan dipandang sebagai hal yang haram, maka selama itu juga diharamkan untuk menggunakan hasil dari cara tersebut. Namun, jika perbuatannya sudah tidak dikatakan haram, maka hasilnya bisa hasil dari perbuatan diharamkan untuk menggunakannya, maka selama itu juga pelaku akan diharuskan untuk mengembalikan pada pemilik harta yang sah. Apabila ulama fikih sepakat untuk mengharamkan menggunakan harta kekayaan yang didapat dengan cara korupsi, maka mereka berbeda pendapat mengenai akibat hukum dari menggunakan hasil korupsi terkaitMeminjamkan Uang Dalam IslamHukum Jual Beli TanahPandangan Islam Terhadap DemokrasiHukum Pinjam Uang di BankHukum Menuntut Quran Tentang Korupsi Dalam IslamQS An-Nisa’ 429Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara Al-Maidah 42Allah berfirman, “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Menurut Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Talib, makna suht adalah suap.”QS Al-Maidah 2“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”Artikel terkaitUang Dalam Ekonomi IslamKonsep Uang Dalam IslamFungsi Uang Dalam IslamMeminjamkan Uang Dalam IslamCara Menghindari RibaB. Dalil Hadits Tentang Korupsi Dalam IslamHadits Sahih Riwayat Imam Lima Nabi bersabda, “Rasulullah melaknat penyuap dan penerima suap dan yang terlibat di dalamnya.”Pendapat Sahabat dan Tabi’in Mengenai KorupsiIbnu Mas’udIbnu Mas’ud berkata, “Suap itu adalah apabila seorang memiliki keperluan pada yang lain dan memberinya hadiah dan hadih itu diterima.”Umar bin Abdul AzizUmar bin Abdul Aziz berkata, “Hadiah pada zaman Nabi adalah hadiah. Pada zaman sekarang adalah suap.”Akibat Jika Menggunakan Uang HaramAda beberapa akibat yang akan didapat jika seseorang menggunakan uang haram seperti uang hasil korupsi, mencuri, judi dan sebagainya, yakniTidak diterima tidak akan menjadi juga akan terkena dampak musibah seperti firman Allah [QS Al Anfal 25], “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu.”Artikel terkaitBahaya RibaCiri Ciri Ekonomi Islam di MalaysiaSukses Menurut IslamHutang Dalam IslamHukum Kredit Dalam IslamBahaya Ghulul [Korupsi]Allah sendiri tidak melarang sesuatu hal, namun dibalik itu terkandung hal buruk serta mudharat atau bahaya bagi pelakunya. Begitu juga halnya dengan korupsi atau ghulul yang juga tidak luput dari keburukan dan juga mudharat dan diantaranya adalahPelaku Ghulul Akan DibelengguPelaku ghulul atau korupsi akan dibelenggu atau akan membawa hasil dari korupsi di hari kiamat seperti yang ditunjukkan pada ayat ke-161 Surat Ali Imran dan juga hadits Adiy bin Amirah Radhiyallahu anhu. Sedangkan dalam hadits Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya harta zakat, melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jjika yang dia ambil seekor unta, maka unta itu bersuara. Jika yang dia ambil seekor sapi, maka sapi itu pun bersuara. Atau jika yang dia ambil seekor kambing, maka kambing itu pun bersuara …”Korupsi Penyebab Kehinaan dan Siksa Api NerakaKorupsi juga menjadi penyebab dari kehinaan serta siksa api neraka di hari kiamat. Pada hadits Ubadah bin ash Shamit Radhyyallahu anhu, jika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dengan arti, “karena sesungguhnya ghulul korupsi itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya”.Mati Saat Korupsi Akan Terhalang Masuk SurgaSeseorang yang mati saat membawa harta korupsi atau ghulul maka ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal tersebut juga dipahami dari sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya mati dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia dijamin masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul korupsi dan hutang”.Allah Tidak Menerima Shadaqah KorupsiAllah SWT juga tidak akan menerima shadaqah seseorang dari hasil harta ghulul atau Korupsi Adalah HaramHarta yang didapatkan dari hasil korupsi merupakan haram sehingga ia akan menjadi salah satu dari penyebab yang bisa menghalangi terkabulnya doa seperti yang dipahami pada sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ” Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,”Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan“. Dia Allah juga berfirman “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu,” kemudian beliau Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo’a “Ya Rabb…, ya Rabb…,” tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?”.Artikel terkaitPengertian RibaPenerima ZakatJual Beli Kredit Dalam IslamPinjaman Dalam IslamPinjaman Tanpa RibaKorupsi menjadi sebuah kata yang memiliki banyak pengartian seperti keburukan, kebusukan, kebejatan, tidak jujur, bisa disuap, tidak memiliki moral, penyimpangan dari kesucian dan kata ucapan yang menghina atau fitnah. Korupsi yang merupakan tindakan terlarang dalam memiliki harta milik orang lain adalah haram hukumnya, sehingga seluruh umat muslim sangat diwajibkan untuk menghindari tindakan haram ini supaya tidak mendapat murka dari Allah SWT.
Korupsi adalah perbuatan yang amat buruk, baik dalam kacamata agama maupun kacamata sosial masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Korupsi sangat melemahkan sendi perekonomian masyarakat, apalagi dikala sedang ditimpa musibah. Dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat Al-Qur'an yang memberi isyarat agar umat manusia utamanya umat Islam tidak melakukan tindak pidana korupsi, ayat-ayat tersebut yaitu sebagai berikut 1. QS. An-Nisa Ayat 29 baca juga Hukum Merayakan HUT RI Menurut Kiai Ma'ruf Khozin Kongres Mujahid Digital, MUI Gelar Berbagai Lomba Berhadiah Jutaan Rupiah Wakil Ketua MUI Merdeka Adalah Menjaga Kemaslahatan Bangsa يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَاۡكُلُوۡۤا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ اِلَّاۤ اَنۡ تَكُوۡنَ تِجَارَةً عَنۡ تَرَاضٍ مِّنۡكُمۡ ۚ وَلَا تَقۡتُلُوۡۤا اَنۡـفُسَكُمۡؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيۡمًا Artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil tidak benar, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu." 2. QS. Al-Maidah Ayat 38 وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقۡطَعُوۡۤا اَيۡدِيَهُمَا جَزَآءًۢ بِمَا كَسَبَا نَـكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ؕ وَاللّٰهُ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ Artinya "Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." 3. QS. Al-Baqarah Ayat 188 وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ Artinya "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." 4. QS. Al-Anfal Ayat 27
ayat alquran tentang korupsi